Marsheraga Deafinex

Tidak sekedar menulis, namun Menulis untuk berbagi ilmu dengan sesama dan mencari ridho Yang Maha Kuasa. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Teknologi

Mengikuti perkembangan teknologi yang sangat pesat.

Photography and Traveler

Cerita-cerita tentang perjalanan, cerpen, motivasi, sejarah dan budaya serta Berbagi foto-foto menarik.

FORZA MILAN !!

Forza Milan Ti amo per sempre.

Islam itu Indah

Mempelajari agama Islam lebih dalam.

Rabu, 01 Oktober 2014

AC Milan, "The Dream Team" Yang (Nyaris) Tak Terkalahkan

FOKUS: AC Milan, "The Dream Team" Yang (Nyaris) Tak Terkalahkan
Mari kembali ke awal 1990-an.

Berkat prestasi menjulang AC Milan pada kurun waktu itu, setelah keterpurukan skandal Totonero, sorotan penuh sepakbola dunia mengarah ke Milanello. 

Trio Belanda masih berada pada periode keemasannya. Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten. Tiga pemain Oranje yang selalu diandalkan pelatih Arrigo Sacchi, dan tak tergantikan. Saat Sacchi meninggalkan posnya untuk menjadi arsitek timnas Italia pada 1991, pelatih tak bereputasi Fabio Capello muncul sebagai penerusnya.

Status kebintangan itu ternyata mengakibatkan kepongahan bagi skuad Rossoneri. Sebuah bumerang. Saat berupaya mempertahankan gelar raja Eropa pada Liga Champions 1991, para pemain bintang ini bertingkah.

Pada pertandingan perempat-final Liga Champions, Milan berhadapan dengan klub tak diunggulkan asal Prancis, Olympique Marseille. Klub kota pelabuhan itu dimiliki rekan Berlusconi, Bernard Tapie, yang juga berambisi merajai Eropa. Franz Beckenbauer, pelatih juara dunia 1990, direkrut menjadi arsitek tim. Para pemain andalannya seperti Carlos Mozer, Chris Waddle, Abedi Pele, Dragan Stojkovic, Basile Boli, dan kapten Jean-Pierre Papin.

Hasil di atas lapangan berbicara. Leg pertama di San Siro, kedua tim bermain imbang 1-1. Di stadion Velodrome, Milan sadar harus mendulang gol jika ingin lolos ke babak selanjutnya. Hingga dua menit sebelum pertandingan berakhir, Rossoneri tak kunjung mencetak gol. Entah kebetulan entah tidak, lampu di satu sisi stadion mati. Para pemain Milan protes dan emoh melanjutkan pertandingan. Wasit menolak dan meminta pertandingan diteruskan. Instruksi itu diabaikan para bintang Milan dan mereka memilih meninggalkan lapangan. Buntutnya, UEFA menganggap Milan kalah WO dan memberinya sanksi larangan bermain di Eropa selama setahun.

Bagaimanapun, Capello mengubah Milan menjadi tim yang tak terkalahkan selama 58 pertandingan antara 19 Mei 1991 hingga 21 Maret 1993. Milan pun tak butuh waktu lama untuk kembali ke kompetisi antarklub terbaik Eropa itu. Musim 1992-93, mereka kembali masih dengan status sebagai juara Serie A. Kekuatan tim tak jauh berubah, masih diperkuat serangkaian pemain berkualitas -- asing dan domestik. Sebutan "The Dream Team" disematkan media untuk mereka. 

Istilah tersebut sesungguhnya lebih dulu dipakai untuk menyebut tim bola basket Amerika Serikat menjelang Olimpiade Barcelona 1992. Sejak IOC menyetujui cabang bola basket dimainkan oleh pemain profesional -- demi menyedot penonton -- siapa lagi favorit penggondol medali emas kalau bukan AS, yang diperkuat jebolan NBA antara lain Michael Jordan, Earvin "Magic" Johnson, Larry Bird, Charles Barkley, Karl Malone, Scottie Pippen, David Robinson, Patrick Ewing, dan lain-lain. Kekuatan tim yang hanya pernah dapat dibayangkan di awang-awang.

Pers sepakbola gatal untuk menggunakan terminologi serupa. Dari sekian banyak klub kaya Eropa lain, dipilihlah Milan. Tak salah. Selain tampil tak terkalahkan, kala itu Milan diperkuat enam pemain asing sekaligus. Tak ada bandingannya di Eropa. Mohon maklum, sepakbola belum seperti sekarang ini. Jumlah pemain asing dibatasi maksimal tiga orang di atas lapangan, dan hanya klub kaya sajalah yang mau menghambur-hamburkan uangnya untuk memainkan tiga orang di lapangan dan mendiamkan tiga yang lain di bangku cadangan.

Trio Belanda masih memperkuat tim. Jean-Pierre Papin, Zvonimir Boban, dan Dejan Savicevic melengkapi slot yang tersisa. Milan juga mencetak rekor transfer termahal dunia saat itu dengan merekrut Gianluigi Lentini dari Torino senilai £13 juta.

Wajar kalau Capello dibebankan target untuk kembali menempatkan Milan ke tampuk yang sesungguhnya -- raja Eropa. Mohon maklum lagi, selain masih ada dua kompetisi antarklub Eropa lain saat itu, Piala Winners dan Piala UEFA, Liga Champions hanya menyertakan juara kompetisi domestik. Target yang sepadan dengan materi tim. 

Tanpa banyak kesulitan, Milan melaju mulus ke final Liga Champions dengan rekor kemenangan 100 persen. Dalam 10 pertandingan, Milan mencetak 23 gol dan hanya kebobolan sekali.

Siapa yang sanggup menghadang laju Rossoneri? Ya, lagi-lagi Marseille. Dilatih pelatih kawakan Raymond Goethals; Didier Deschamps, Alen Boksic, Rudi Voeller, Franc Sauzee, Jocelyn Angloma, dkk. lagi-lagi menjadi batu sandungan Rossoneri. Sundulan Basile Boli ke gawang Sebastiano Rossi di stadion Olimpiade, Muenchen, memupus ambisi itu. Milan, "The Dream Team", runtuh.

Kelak Van Basten tidak pernah lagi turun ke lapangan hijau sejak final Liga Champions 1993. Pemain yang dijuluki fans Milan "San Marco" itu pensiun setahun setelahnya. Kelak pula gelar juara Marseille dicabut, tapi tidak diberikan kepada runner up, karena terbukti melakukan pengaturan pertandingan.

Awal musim 1993-94, skuad Milan dirombak besar-besaran. Capello dicibir, publik meragukan kapasitasnya mengulang sukses. Capello bergeming. Dua pemain favorit Sacchi, Gullit dan Rijkaard, dibuang. Gullit, yang vokal, dipinjamkan ke Sampdoria dan Rijkaard mudik ke Ajax Amsterdam. Selain Papin, Florin Raducioiu, dan Brian Laudrup, Capello lebih memercayakan Boban, Savicevic, dan pemain yang baru diboyong dari Marseille, Marcel Desailly, dalam skuadnya. Tapi, Milan sukses mempertahankan scudetto sekaligus mencetak rekor tiga musim berturut-turut menjuarai Serie A. Tinggal satu lagi tugas Capello, gelar Liga Champions!

Sempat tertatih-tatih dan tak terlalu meyakinkan, Milan mampu menekuk Paris St Germain -- dengan George Weah dan David Ginola -- yang lebih difavoritkan di semifinal. Lawan mereka di final Barcelona, yang dilatih Johan Cruyff dan diperkuat sederetan pemain hebat macam Ronald Koeman, Hristo Stoichkov, Romario, Miguel Angel Nadal, Josep Guardiola, dan Andoni Zubizaretta. Sebuah jelmaan "Dream Team" yang baru. Sialnya pula, Capello tak dapat memainkan duet pertahanan Alessandro Costacurta dan Franco Baresi di partai puncak karena cedera dan hukuman akumulasi kartu.

Athena pun menjadi saksi keruntuhan "Dream Team" yang lain lagi. Fans Barca yang mendominasi bangku stadion terbungkam oleh keakuratan strategi Capello. Setiap kali Ronald Koeman naik menyerang, setiap itu pula para pemain Milan memanfaatkan celah yang ditinggalkan. Daniele Massaro mencetak dua gol; Savicevic mencetak gol dari sudut mustahil; dan Desailly menuntaskannya. Milan menang besar 4-0. Pemain cadangan abadi macam Filippo Galli dan Stefano Nava pun turut merasakan indahnya menaklukkan Eropa pada sebuah malam gemilang di Athena.

Punah sudah era "Dream Team". Setelahnya, Dekrit Bosman diberlakukan sehingga klub-klub bebas menggunakan pemain asal Uni Eropa dalam skuadnya. Pembatasan pemain asing dihapus. Seiring dengan itu, restrukturisasi liga domestik Inggris menjadi Liga Primer mulai menampakkan hasil. Modal membanjir dan membuat klub-klub Inggris kaya mendadak. Chelsea membangun timnya dari kualitas para pemain asing, begitu juga Inter Milan di Italia.

Seorang pria ambisius bernama Florentino Perez menghidupkan kembali tim fantasi versinya sendiri bersama Real Madrid pada pergantian abad. Tapi di tengah situasi sepakbola modern yang makin mengandalkan kekuatan modal, bagi mereka yang pernah menggilai masa lalu sepakbola, takkan pernah ada lagi "The Dream Team" yang sesungguhnya...

Sumber: Goal.com

Duel antara Milan dan Liverpool setelah pertandingan berakhir banyak disebut sebagai balas dendam yang tercapai.

Final Liga Champions 2007

23 Mei 2007
Olympic Stadium, Athena, Yunani
Wasit: Herbert Fandel (Jerman)
Penonton: 74 ribu

Milan 2-1 Liverpool
(Filippo Inzaghi 45, 82; Dirk Kuyt 89)

Milan: Dida, Oddo, Nesta, Maldini, Jankulovski (Kaladze 80), Gattuso, Pirlo, Ambrosini, Seedorf (Favalli 90), Kaka, Inzaghi (Gilardino 88)

Liverpool: Reina, Finnan (Arbeloa 88), Carragher, Agger, Arne Riise, Xabi Alonso, Mascherano (Crouch 78), Pennant, Zenden (Kewell 59), Gerrard, Kuyt.

Milan 2-1 Liverpool

Balas dendam, demikian media massa Eropa menyebut laga ini beberapa hari sebelum pertandingan, bahkan ketika Milan dan Liverpool memastikan diri lolos dari babak semi-final.

Tajuk balas dendam memang seragam karena kedua tim sebelumnya juga bertemu di final Liga Champions di edisi 2005. Pada saat itu, Liverpool secara dramatis meraih kemenangan dan mengangkat tropi juara lewat drama 120 menit plus adu penalti.

Milan tampil luar biasa di turnamen antarklub terbaik Eropa musim ini. Memuncaki klasemen di fase grup, Milan juga berhasil melangkah mudah di fase gugur kala menghadapi Celtic, Bayern Muenchen dan Manchester United. Kaka bahkan menjadikan dirinya sebagai pemain tersubur di turnamen ini dengan sepuluh gol.

Sementara Liverpool, dominasinya di fase grup tak menular di babak knock-out. Tapi mereka tetap melenggang ke final karena mental juara dan sedikit keberuntungan yang dimiliki.

Di final, di hadapan 74 ribu penonton lebih di Stadion Olimpiade, Athena, Yunani, kedua tim berada dalam performa terbaiknya. Sejumlah kendala memang dihadapi masing-masing tim, tapi tak cukup mengkhawatirkan. Milan mengenakan jersey warna putih-putih, sementara Liverpool mengenakan seragam kebanggaan mereka, merah-merah.

Sejak peluit dimulainya pertandingan, kedua tim langsung menunjukkan permainan ngotot menjurus kasar. Beberapa kali wasit Herbert Fandel harus meniup peluit tanda pelanggaran. Kedua kiper masing-masing tim juga beberapa kali menunjukkan aksi brilian. Sebelum akhirnya Jose Reina dipaksa mengambil bola dari gawangnya sesaat sebelum turun minum.

Striker veteran Filippo Inzaghi yang menjadi pencetak gol Milan dengan cara kontroversial. Inzaghi menyentuh bola dengan tangannya sebelum masuk ke gawang saat bola sepakan bebas Andrea Pirlo berubah arah karena mengenai pemain lain. Wasit tidak melihat ada pelanggaran dan mengesahkan gol tersebut. 1-0 untuk Milan.

Di paruh kedua, Liverpool bermain lebih berhati-hati. Steven Gerrard pun punya peluang menyamakan kedudukan, memaksimalkan kesalahan yang dibuat Gennaro Gattuso, dengan tendangannya. Namun kiper Dida masih sigap mengamankan gawangnya.

Untuk menambah daya gempur Liverpool, Rafael Benitez memasukkan Peter Crouch dan menarik Javier Mascherano. Hasilnya, Kaka yang sebelumnya dibatasi geraknya oleh Mascherano bisa bergerak leluasa di lini tengah. Gol kedua Milan yang kembali dicetak Inzaghi pun tak lepas dari kontribusi pemain asal Brasil itu.

Sadar Liverpool memainkan strategi jebakan offside, Kaka memberikan umpan terobosan kepada Inzaghi, yang memang cerdik dalam mengatasi strategi itu. Reina pun tak bisa berbuat banyak untuk bisa menghambat laju bola kiriman Inzaghi, yang kemudian mengubah kedudukan menjadi 2-0 di menit 82.

Dirk Kuyt mencetak gol hiburan untuk Liverpool di menit 89. Namun kemenangan tetap menjadi milik Milan, dan balas dendam terpenuhi. Paolo Maldini menjadi pemain Milan pertama yang mengangkat trofi juara Liga Champions pada saat itu.
sumber : Goal.com

Kisah Haru Final Liga Champions 2003

Anda penggemar sepak bola? Ada satu cerita menarik yang ingin saya ceritakan disini. Mungkin bagi Milanisti sudah banyak yang tau, bagi yang belum tau silahkan membaca dan bagi Milanisti, kalian bisa membagi cerita ini kepada teman Milanisti yang lain.
Anda tau AC Milan? Klub asal italy yang pada mei tahun 2002-2003 berhasil menggondol trophy Liga Champion setelah mengalahkan Juventus dibabak final?
Bukan cerita dibalik adu pinalti yang saya bahas karena saya memang bukan komentator sepakbola yang sok pintar seperti yang ada dilayar televisi.
Beberapa bulan sebelum pertandingan final UCL, yaitu pada maret 2003 ada kejadian heboh di kota milano markas besar AC Milan.
Waktu itu seorang penggemar setia Milan yang bernama Andrea dan masih berumur 12 tahun menderita leukemia. Karena penyakitnya sudah tergolong kronis dan dokter juga sudah angkat tangan, Andrea-pun tinggal menikmati detik detik terakhir hidupnya.
Menjelang detik detik terakhir sang bocahhanya memiliki satu permintaan. Menurut anda apa kira kira permintaan si Andrea..?? Yang pasti si Andrea tidak meminta makanan yang enak, mainan yang canggih, rumah atau mobil mewah. Lalu apa????
Andrea hanya punya satu harapan, dia berharap bisa melihat senyum Paolo Maldini, kapten AC Milan untuk yang terakhir kalinya. Alangkah terkejutnya sang kapten setelah mengetahui permintaan Andrea.
Esoknya Maldini dengan satu kostum merah hitam bernomor punggung 3, plus foto dan tanda tangannya datang kerumah sakit tempat Andrea dirawat. Akan tetapi semua menjadi sia sia karena sang bocah sudah keburu meninggal dunia. Apa mau dikata, niat baik dari sang kapten ternyata harus berakhir dengan keharuan.
Ternyata bukan itu saja, Andrea masih meninggalkan keharuan yang lebih mendalam. Sebelum mengembuskan nafas terakhirnya, Andrea sempat menulis sebuah pesan di secarik kertas kecil. Pesan yang sangat mengharukan yang menunjukkan keinginan serta semangat Andrea yang mulia. Ada satu kalimat yang sampai kini tidak bisa dilupakanoleh pemain Milan, khususnya Paolo Maldini.
Andrea menulis “Saya sungguh tidak
menyesal ketika saya tidak bisa melihat senyum pangeran saya untuk yang terakhir kali, karena saya akan melihat senyuman dia dari atas sana pada final UCL mei nanti di Old Trafford, sewaktu dia mengangkat tinggi tinggi trophy itu”
Pesan berikutnya dari Andrea adalah “Setelah Scudetto mustahil untuk direbut, tolong berjanjilah kepada saya bawalah trophy liga champion itu kembali ke kota Milan. Saya memang sudah tidak ada lagi sekarang, tetapi semangat dan dukungan saya akan selalu ada didalam diri kalian. Saya akan mendukung kalian dari atas sana”
Dan setelah tiga bulan berlalu setelah Milan berhasil mengalahkan Juventus di final liga champion, Maldini bersama Leonardo, Gattuso, Costacurta, dan beberapa staff dari Milan foundation berziarah ke makam Andrea dengan membawa trophy Champion ke tempat peristirahatan terakhir sang bocah.
Dengan bijak, Maldini mengatakan “Saya tentu masih ingat kejadian itu. Saya hanya bisa menangis sewaktu melihat Andrea dimakamkan dengan kostum kebesaran Rossoneri sambil memeluk boneka beruang dan sebuah album berisi foto foto kami”
“Waktu itu saya telah bersumpah untuk membawa Milan menjadi juara champion. Saya juga sudah berjanji pada diri saya dan Andrea bahwa saya akan bawa trophy itu ke makam ini”
sumber: milanistred.wordpress.com/

Paolo Maldini

Paolo Maldini (lahir di MilanItalia26 Juni 1968; umur 46 tahun) adalah seorang pesepak bola Italia. Sepanjang kariernya dia hanya bermain di klub AC Milan, di mana dia paling sering diposisikan sebagai bek kiri dan bek tengah. Ia bertinggi tubuh 188 cm. Maldini adalah salah satu legenda sepak bola Italia yang sangat disegani. Meskipun sekarang umurnya sudah hampir mencapai kepala empat, tapi dia tetap konsisten dengan permainannya. Di Milan, saat ini ia sering dipasangkan dengan Alessandro Nesta jika bermain sebagai bek tengah.
Di pentas Serie A, Paolo Maldini berhasil menyamai rekor penampilan Dino Zoff di Serie A sebanyak 570 kali pada 18 September 2005 dalam pertandingan melawan Sampdoria. Pertandingan tersebut juga merupakan yang ke-800 dalam kariernya bersama AC Milan. Kontrak Maldini awalnya akan berakhir pada akhir musim 2007-08 namun kemudian diperpanjang hingga musim 2008-09. Untuk dedikasi terhadap klubnya, AC Milan, seragam bernomor 3 akan turut dipensiunkan sampai putranya, Christian, masuk ke skuat utama AC Milan.
Debut Maldini di Serie A terjadi pada tahun 1985 melawan Udinese, saat berusia 16 tahun. Sejak saat itu dia mempunyai karier yang cemerlang, memenangi banyak trofi bersama Milan (hingga 2007: 7 gelar Serie A dan 5 gelar Liga Champions). Maldini bisa dikatakan adalah bek terbaik di dunia pada puncak kariernya. Hal ini ditandai dengan keberhasilan Maldini meraih peringkat tiga dalam Ballon d'Or versi majalah France Football pada tahun 1994 dan 2003.
Pada debutnya, Maldini dipasang oleh pelatih Nils Liedholm sebagai bek kanan. Musim berikutnya, posisi Maldini diubah menjadi bek kiri, seiring kemampuannya menggunakan kedua kakinya. Di posisi ini Maldini melegenda sampai bertahun-tahun sebagai seorang bek kiri. Pada tahun 1997, setelah Franco Baresi(kapten dan bek tengah Milan) pensiun, Maldini mulai dicoba posisi sebagai bek sentral. Peran ini dilakoni dengan baik, hingga saat ini Paolo Maldini juga dikenal sebagai seorang bek sentral. Maldini juga dikenal akan kepemimpinannya yang berpengaruh, temperamennya yang tenang dan pertahanannya yang tanpa cela.
Maldini adalah orang ke-5 yang tampil seratus kali di Liga Champions sepanjang sejarah seiring dengan penampilannya melawanGlasgow Celtic di babak kedua Liga Champions Eropa 2006/2007. Setelah 25 tahun membela Milan, Maldini melempar pernyataan tentang kemungkinan dirinya akan pensiun pada akhir musim 2007/2008, seiring dengan berakhir kontrak dirinya dengan Milan. Namun, menginjak usia 40 tahun pada bulan Juni 2008, Maldini masih akan bermain untuk Milan pada musim 2008/2009. Maldini benar-benar pensiun pada musim 2009, ia telah memutuskan untuk pensiun dari AC milan, klub yang telah membesarkan namanya.

Milanisti Sragen


Milanisti Sragen adalah sebuah komunitas yang berisikan para pecinta atau fans AC Milan yang berdomisili di Sragen. Komunitas ini dibentuk pada tanggal 11 Desember 2013 dengan ketua atau sering disebut sebagai Capo adalah Eko Susanto.
Milanisti Sragen sampai sekarang telah beranggotakan sebanyak kurang lebih 70 anggota resmi. Setiap AC Milan bertanding, Kami selalu mengadakan Nonbar atau Nonton Bareng di Cafe secara ramai-ramai. Biasanya kalau ada Big match, sering setelah acara Nonbar kita selalu menyalakan flare dan chant untuk milan.
Kegiatan rutin, kami bukan hanya sekedar Nonbar. Tiap hari Jumat, kami selalu mengadakan acara Fun Futsal yang bertempat di Danol Futsal Sragen pukul 8 malam. Tidak hanya itu, Kami juga sering mengadakan acara sosial bagi masyarkat seperti gotong royong membersihkan jalan raya di sekitar kota Sragen agar lebih bersih dan kita juga sering berkumpul di Car Free Day Sragen tiap hari Minggu di 0 Km Sragen atau di depan Pemda Kota Sragen.