Fajar, Lukman, Sarah dan Wulan adalah anak-anak yang bersahabat sejak
mereka duduk di bangku sekolah dasar. Usai kelulusan dari SD, Fajar,
Lukman, Sarah, dan Wulan melanjutkan sekolahnya ke SMP. Dan Sarah tetap
memakai jilbabnya, meskipun banyak teman-temannya yang tidak berjilbab.
Memasuki jenjang SMA, mereka mulai berpelencar masing-masing. Wulan
dan Sarah mondok di tempat yang sama. Lukman ikut dengan neneknya, dan
kemudian mondok juga, untuk memperdalam ilmu agama. Fajar sendiri, ikut
mondok dengan kakaknya. Hubungan persahabatan merekapun sedikit renggang
akibat kurangnya komunikasi.
Rasa suka Lukman terhadap Sarahpun, ia simpan dalam hati. Berharap,
suatu saat ia bisa hidup dengan Sarah. Orang yang selama ini ia
idam-idamkan. Sampai ia pergipun, kata-kata manis dan indah yang selama
ini ia tutup rapat-rapat belum sempat terucapkan untuk Sarah.
Sarahpun demikian, rasa sukanya terhadap Fajar ia simpan baik-baik
dalam hati. Hanya Wulan sahabatnya yang mengetahui. Wulan sempat
membujuk Sarah untuk mengatakannya, tetapi Sarah menolak. Sebagai
wanita, ia merasa malu untuk mengatakannya. Ia merasa tidak pantas. Jika
suatu saat, bukan Fajar orang yang akan mendampinginya, ia berharap
sosok itu seperti Fajar yang selama ini ia idam-idamkan.
Beberapa tahun kemudian
Assalamu’alaikum warahmatullah, assalamu’alaikum warahmatullah..” usai
melaksanakan sholat, Lukman lalu berdo’a. Selesai berdo’a, ia mendengar
suara wanita yang mengajar dari ruang sebelah. Suaranya lembut, keibuan,
dan enak di dengar. ‘Siapakah wanita itu?’ tanyanya dalam hati.
Lukman kemudian keluar, ia berjalan mendekati serambi wanita. Di
dalam, terlihat anak-anak yang sedang mengaji. Ada wanita cantik
mengenakan gamis berwarna ungu tua yang di padukan dengan jilbab warna
ungu. Sopan, cantik, anggun, semua terpancar dengan indah. Tapi sayang,
Lukman tidak bisa menatap wajah gadis berjilbab ungu itu. ‘Andaikan
saja, aku bisa bisa masuk ke dalam sana, aku akan mendapati keindahan
berbalut jilbab warna ungu itu. ‘Gumam Lukman dalam hati, yang diikuti
dengan senyum dan hati gembira.
Sesampai di rumah, Lukman terus membayangkan wanita itu. Wanita
cantik yang memakai jilbab ungu. Wanita cantik itu telah memikat hati
Lukman. “Dengan bros ini, aku akan bertemu dan berkenalan langsung
dengan ustadzah itu. Semoga dia adalah jodohku Ya Allah..” kata Lukman
yang masih membayangkan wanita itu. “Ya Allah, hamba memohon kepada-Mu,
kecintaan-Mu, kecintaan orang yang mencintai-Mu, dan kecintaan terhadap
amal yang mendekatkanku kepada cinta-Mu. Amin..” usai berdo’a, Lukman
beranjak dari tempat tidurnya, untuk berhenti membayangkan wanita itu.
Ia mengambil buku dan menuliskan sesuatu di sana. Setelah selesai ia
melipatnya dan memasukkannya ke dalam amplop.
***
Assalamu’alaikum ustadzah,
Saya kemarin menemukan bros ustadzah yang jatuh, kemudian saya
mengambilnya. Saya tahu, ada seorang gadis yang sedang kebingungan
mencarinya. Maafkan saya, karena tidak memberikan bros ustadzah kepada
gadis itu. Saya sengaja tidak memberikannnya, karena saya ingin langsung
bertemu dengan ustadzah. Jujur, saya kagum ketika melihat ustadzah
mengajar anak-anak, usai melaksanakan sholat.
Kemudian saya sempatkan untuk melihat ustadzah dari kejauhan. Saya
sangat terkesima dengan keanggunan dan kelembutan ustadzah saat mengajar
anak-anak. Jika ustadzah berkenan, Saya ingin kenal lebih dekat dengan
ustadzah. Saya akan datang lagi ke masjid sabtu depan.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Lukman.
***
Sabtu depannya, Lukman datang lebih awal di masjid. Ia berharap,
ustadzah akan datang untuk menemuinya. Beberapa saat kemudian, ada
sebuah mobil mewah yang memasuki halaman masjid. “Itu ustadzah.. maaf
sudah menunggu lama.” Kata gadis yang berada di samping Lukman. Dia
adalah gadis yang kemarin mencari bros ustadzah yang hilang. “Iya..,
tidak apa-apa.” jawab Lukman.
Alangkah terkejutnya saat lukman mengetahui, bahwa ustadzah itu
adalah Sarah, teman ia sewaktu kecil. Gadis yang dulu ia sukai. “Beliau
bernama ustadzah Sarah. Gadis kecil itu namanya Az Zahra, putrinya
ustadzah Sarah” gadis itu menjelaskan. ’Anak..??’ pikir Lukman dan ia
sangat terkejut.’ berarti Sarah sudah menikah.’ Tambahnya. “Nah.., yang
itu suami ustadzah Sarah. Namanya ustad Fajar.” Terang gadis itu saat
ustad Fajar keluar dari mobil. Ada perasaan senang sekaligus sedih dalam
hati Lukman. Senang karena ia bisa bertemu dengan sahabatnya sewaktu
kecil dulu. Sedih, karena dari kecil dulu ia selalu kalah dengan Fajar
dalam merebut hati Sarah. Kini, Sarah sudah menjadi istri Fajar.
Tidak akan ada kesempatan lagi baginya untuk mendapatkan hati Sarah. Karena dia telah menjadi milik Fajar.
“Aku sudah membaca surat yang kau tujukan untuk Sarah. Saat Sarah
memberitahukannya padaku, ia sangat senang. Berharap, Lukman yang
menemukan brosnya itu adalah teman kecilnya dulu.” Kata Fajar. Sarah
hanya tersenyum, begitu juga degan Lukman. “Oleh karena itu, aku bawa
keluarga kecilku ini untuk bertemu denganmu” lanjut Fajar. “Maafkan aku
Jar, aku tidak bermaksud untuk menggoda istrimu, Sarah. Aku tidak tahu
kalau dia sudah memiliki keluarga. Sungguh, aku sama sekali tidak tahu
bahwa wanita yang aku perhatikan waktu itu adalah Sarah. Teman kecilku.”
Lukman meminta maaf dan menjelaskan semuanya.
“Sudahlah Man.., sekarang kamu sudah tahu, bahwa wanita itu adalah
aku. Aku sudah menjadi istri Fajar. Dan ini, (Sarah menggandeng gadis
kecil nan cantik dengan balutan jilbab warna pink) dia putriku, Az
Zahra” Terang Sarah. “Keluargamu begitu sempurna Sarah..” kata Lukman
tersenyum. “Sekarang kita pererat tali silaturahmi kita yang sempat
terputus Lukman.” kata Fajar. “Iya Jar, aku sudah lama merindukan
kebersamaan kita dulu.” ungkap lukman.
Lukman pun ikhlas dengan semuanya. Sarah memang ditakdirkan bukan
menjadi jodohnya. Kelak, Allah akan menggantinya dengan Sarah-Sarah yang
lain. Wanita yang menjadi jodohnya, pendamping hidupnya. Dan ibu dari
anak-anaknya. Ia yakin, Allah Maha Mengetahiu yang terbaik untuk
hamba-hamba-Nya.
Cerpen Karangan: Choirul Imroatin
Sumber : cerpenmu.com